Selasa, 20 Oktober 2015

Maaf Bapak, Biarkan Ku Mengikuti Suara dalam Hati …



Dalam perjalanan pulang ku renungkan, di bangku bus itu ku skenariokan jalan cerita ini.
3,5 tahun kuliah disemarang, kemudian berlanjut 2th di Yogyakarta … sekian lama kuliah, otang tua yang membiayai pasti berharap anaknya dapat bekerja diperusahaan besar, bergaji tinggi dan dapat membanggakan orang tua …
Sepertinya hal itu terwujud, tepat sebelum wisuda, ku telah diterima sebagai staff assembly diperusahaan mobil asal jepang dengan emblem “H”. mengingat lingkungan latar belakang, bekerja disana merupakan keberuntungan dengan sarana dan gaji yang cukup menunjang.
Bulan demi bulan berlalu, tiap kali pulang kerumah dan hendak berangkat lagi, ada sedikit rasa bangga Bapak, meskipun dalam kondisi lelah, beliau tetap menyempatkan diri untuk menjemput dan mengantar ku ke terminal bus itu …
Kehidupan kota yang penuh pesona, hiburan tempat perbelanjaan, mall besar dan hingar bingar ibu kota membuat ku merenung dalam keheningan diri sendiri …
Tiap malam ku termenung hingga larut malam dan pagi buta sudah bersiap dijemput ke tempat kerja …
Dalam renungan terdapat rasa rindu akan tanah kelahiran, terdapat rasa jenuh akan kesibukan yang monoton, terdapat rasa yakin akan harapan besar bersama keluarga tercinta …
Setelah banyak pertimbangan dari berbagai pihak, tepat juni 2014 saya telah mengundurkan diri dengan alasan ingin dekat dengan keluarga dan menjadi guru di daerah … (padahal belum punya tujuan mau jadi guru dimana, mengingat kata orang2 sekitar untuk jadi guru disekolah harus punya link atau keluarga disana)
Sesampainya dirumah, segera ku copy ijazah dan surat pengalaman kerja dari industry ke salah satu sekolah dengan nuansa islami, dengan suasana sejuk, daun2 tanaman yang hijau dan tulisan motivasi diberbagai sudut dinding dan pintu. Diruang TU ternyata mengirim lamaran tak semudah itu, ada persyaratan tertentu, hingga sebuah pertanyaan terucap dari seorang Bapak bijak disekolah..
“alumni kampus pundi mas …” Tanya Bapak bijak itu, “UNY Jogja pak … “ jawab saya dengan wajah masih tertunduk … ternyata kemudian lamaran diterima dan menunggu telephon dari sekolah …
Jelang beberapa minggu, dengan beragam proses akhirnya menjadi guru. Bapak dirumah pun menanyakan kemana bekerja … ku jawab apa adanya disekolah itu …
Meskipun hanya diam terpancar wajah sedikit kecewa dari Bapak, entah karena keputusan ku untuk mengundurkan diri dari perusahaan yang mereka anggap bergengsi … namun Bapak selalu memberikan kebebasan dalam menentukan pilihan jalan hidup ku, baik saat kuliah dulu …
Ternyata bapak banyak bercerita pada orang yang intinya sudah enak diterima kerja dengan gaji tinggi malah pilih pulang menjadi guru dengan gaji tak seberapa … seringkali orang2 menanyakan hal itu, hanya ku jawab dengan senyum dan kesenangan hati …
Profesi menjadi guru sangat ku nikmati, mengikuti beragam kegiatan … itulah impian ku saat itu sangat ingin menjadi guru …
Ternyata dilain pihak ada yang complain, senengmen kerja dengan bayaran segitu … dalam benak ku, sudah sangat ku syukuri mendapat kesempatan menjadi guru …
Dihari-hari berikutnya Bapak sudah dapat mulai menerima … banyak berkomentar tentang penampilan guru … harus pakai pantofel ramping, baju rapi, maching, …
Tak jarang juga bapak suka membanding-bandingkan dengan tetangga desa yang bekerja dirantauan dengan gaji tinggi, dapat membelikan tanah, membangunkan rumah, beli motor, mobil, dsb …
Ku hanya tersenyum mendengarnya, meskipun ada rasa sedih dengan ungkapan bapak yang berharap menjadi orang berpenghasilan tinggi, tapi ku yakin … kehadiran ku bersama keluarga tak ternilai oleh harta. Mengingat bapak dan ibu sudah berusia senja, sudah saatnya aku dan saudara berada dekat dengan mereka. Jalan rizki pun insyaAllah akan selalu ada.
Keputusan ku saat itu mulai terasa dampaknya … kebutuhan hidup yang cepat meningkat, sedangkan gaji bulanan begitu cepat habis di minggu pertama. Terasa juga saat diberbagai tempat melihat barang-barang bagus, hanya dapat memandang dan menabung untuk rencana berikutnya. Sejauh ini tak pernah kusesali. Bagaimanapun juga ku berada di istana sendiri, kekurangan ku tertutup oleh kelebihan ku …
Langkah efektif saat ini adalah senantiasa membuat hal baru dalam meningkatkan penghasilan, selalu dekat dengan keluarga, itu yang membuat mereka selalu bahagia, bahkan bapak menghargai mahal akan keberadaan kami. Disela mengajar disempatkan untuk belajar lagi untuk upgrade ilmu dan tidak bergantung pada persaingan.
Bapak banyak mengajarkan hidup sederhana, meskipun beliau dari latar belakang keluarga besar, dengan berbagai asset, beliau lebih menikmati menjadi orang kecil, jualan es batu, mengumpulkan kepingan uang receh …
Ternyata rizki yang diperoleh dari hasil pertanian, bergelut dengan lumpur disawah, senyum anak2 yang beli jajan lebih berkah … paling tidak dapat membiayai kuliah ku yang ke 3 … dapat 4 rumah meskipun beberapa belum ditempati, beberapa petak tanah yang terpisah –pisah …
Bapak, terimakasih telah mengajarkan kasih sayang meskipun terpandang galak, selalu setia dekat dengan kami, rela berkorban untuk keluarga … warisan sifat kebaikan itu sangat ku harapkan untuk keluarga ku kelak ,,,
Maafkan bapak dengan pilihan hidup ku, maaf belum dapat membuat bangga dengan banyak uang, InsyaAllah ku dapat membanggakan dengan kebermanfaatan ku untuk sekitar …
Jangan khawatirkan anak mu ini yang sudah mulai berdiri dan lepas dari pangkuan mu ….
Izinkanlah ku mengikuti suara dalam hati dan menjadi diri ku  sendiri ….
Semoga dengan langkahku, sejarah itu akan terulang kembali …

#ditulis dari bawah jendela RSI Sultan Agung Semarang,
Adi Nova Trio Satya, 13 oktober 2015.

Minggu, 18 Oktober 2015

Renungan Senja

Berfikir tenang, renungan, memperbaiki diri
Indahnya saat kita dapat memperbaiki lingkungan kita.